Menunggu GODOT


Naskah yang disebut The Massachusetts Review (Autumn, 1999) sebagai “The Most Significant English Language Play of the 20th Century” Waiting for Godot adalah naskah klasik karya Samuel Beckett tentang penantian oleh dua sahabat karib, Vladimir dan Estragon. Dua sahabat ini menunggu Godot, sesuatu yang tidak jelas sampai akhir cerita. Apakah Godot itu manusia, dewa, Tuhan, penyelamat, uang, atau binatang.

Keduanya sepakat menunggu Godot. Sambil menunggu itu, mereka ngobrol, berdebat, kadang sampai bertengkar meributkan sesuatu yang tidak jelas. Ironisnya, mereka meributkan tentang apa yang sebaiknya dilakukan namun kemudian tidak melakukan apa-apa. masalah pun tetap ada. Dan ketika masalah itu terus terjadi dan makin parah,

Vladimir dan Estragon pun demikian. Mereka berdebat tentang rencana tidur selama menunggu Godot namun kemudian tidak jadi tidur karena takut Godot akan datang dan mereka tidak tahu kedatangannya. Mereka sepakat akan menggantung diri karena frustasi menunggu Godot yang tak kunjung datang. Namun rencana ini batal karena mereka tidak menemukan kata sepakat tentang siapa yang harus pertama kali bunuh diri. Begitu selalu. Mereka sibuk berdebat tanpa berbuat.

Di antara diskusi, debat, dan pertengkaran itu, muncul tokoh Pozzo dan Lucky. Pozzo, yang mereka pikir adalah Godot, ternyata penguasa lalim yang menguasai si budak Lucky.

Sadar bahwa Pozzo orang lalim, Vladimir dan Estragon sepakat untuk menolong Lucky. Tapi ya begitu, keduanya sibuk bertengkar dengan suara menggelegar memecahkan ruangan tentang bagaimana caranya menolong Lucky. Namun ketika Pozzo berlalu dengan Lucky masih terikat oleh tali, dua sahabat itu masih sibuk berdebat.

Pementasan berakhir dengan tragedi. Ketika waktu terurs berlalu, wajah dua sahabat itu makin keriput dan rambutnya memutih, Godot yang ditunggu tak kunjung tiba. Lalu ketika datang seseorang, yang lagi-lagi mereka pikir adalah Godot, ternyata orang itu adalah malaikat kematian.

Maka, hingga kematian itu menjemput, Godot tidak pernah datang. Menunggu Godot tidak hanya menunggu ketidakpastian, dia juga kesia-siaan..

Swiss larang minaret masjid


Swiss minaret
Minaret dianggap pertanda Islamisasi Swiss

Rakyat Swiss, lewat referendum hari Minggu, memilih untuk melarang pembangunan menara-menara azan. Lebih dari 57 persen rakyat mendukung larangan itu.

Usulan larang itu juga didukung oleh propinsi-propinsi utama, atau kanton istilahnya di Swiss, dan karena itu resmi menjadi undang undang.

Pemerintah mengatakan pihaknya menerima hasil itu, walaupun pemerintah menolak larangan yang diajukan oleh Partai Rakyat Swiss yang berhaluan kanan.

Partai Rakyat Swiss dan kelompok-kelompok Kristen di Swiss mengatakan, pembangunan menara mesjid merupakan tanda pertama Islamisasi Swiss.

Pendukung pelarangan menara itu menyebut pembangunan menara akan mencerminkan pertumbuhan sebuah ideologi dan sistem hukum yang tidak sejalan dengan demokrasi Swiss.

Wartawan BBC di kota Berne mengatakan, langkah ini kemungkinan akan diajukan ke Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa.

Seorang wakil masyarakat Muslim di Swiss, Tamir Hadjipolu mengatakan sekarang mereka khawatir hak-hak mereka diserang dan dibatasi.

Amnesty International memperingatkan bahwa pelarangan itu akan melanggar kewajiban pemerintah Swiss untuk menjaga kebebasan beragama.

Seorang warga Swiss beragama Islam Elham Manea mengatakan pelarangan itu diskriminatif karena warga Sikh dan Katolik Orthodoks diperbolehkan membangun rumah ibadah mereka dengan bebas.

”Kalau semua simbol-simbol agama dilarang dari semua rumah-rumah ibadah, saya akan menerimanya.”

”Tetapi kalau hanya ummat Islam yang menjadi sasaran, sementara warga Kristen, Yahudi, Sikh, maupun yang lainnya dibebaskan, maka saya katakan itu diskriminatif.”

Menghormati ummat Islam

Sekitar 4,5 persen penduduk Swiss diperkirakan beragama Islam, kebanyakan dari mereka adalah pengungsi dari bekas Yugoslavia.

Walaupun ada seratusan mesjid dan ruang mushola di Swiss, hanya empat mesjid yang punya menara mesjid.

Tidak ada sejarah ekstrimis Islam di negara itu tetapi mereka yang mendukung pelarangan pembangunan menara mesjid menyebut bangunan itu tidak akan sekadar menjadi simbol bangunan keagamaan.

Menurut mereka memperbolehkan pembangunan menara akan merupakan pertanda bahwa hukum Islam telah diterima di Swiss.

Anggota parlemen Oskar Freysinger menolak tuduhan diskriminasi.

”Saya menghormati ummat Islam, Muslim, sebagai manusia, tidak masalah sama sekali.”

”Namun saya punya persoalan dengan Islam, hukum Islam, dengan aspek politik dan hukum dari agama ini.”

Dalam beberapa tahun terakhir banyak negara di Eropa membahas hubungan mereka dengan Islam dan cara mengintegrasi warga Muslim mereka.

Prancis memusatkan perhatian mereka pada persoalan simbol agama terutama kerudung. Sementara di Jerman terjadi perdebatan mengenai pembangunan salah satu masjid terbesar Eropa di Koln.